MEMANUSIAKAN LEWAT PENDIDIKAN ATAU MERAMPOK LEWAT PENDIDIKAN
Rintihan Si Miskin Akibat Mahalnya Pendidikan
Sekolah atau pendidikan merupakan salah satu poin yang menjadi hak asasi
setiap manusia didunia. Tetapi apa jadinya bila hak tersebut tidak
dapat dirasakan oleh sebagian orang?. Sungguh ironi, ditengah gencarnya
program wajib belajar 9 tahun yang dikeluarkan oleh pemerintah, masih
banyak orang miskin yang tidak mampu merasakan apa itu nikmatnya
menerima pendidikan dari sekolah atau tidak dapat melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi, hanya karena masalah biaya?.
Jika
dicermati lebih dalam lagi pendidikan ini bagi pemikiran orang awam
adanya ketidak adilan. Karena pendidikan membutuhkan biaya yang amat
sangat mahal, oleh karena itu kesempatan orang miskin untuk bersekolah
sangatlah minim.
kita memang melihat semerawutnya pendidikan yang terjadi di Negara
kita. Mulai dari hal – hal yang kecil hingga hal – hal yang besar.
Sebagai Salah satu orang yang merasakan langsung Derasnya Arus
Kapitalism Pendidikan tentunya saya sangat merasa Resah dan prihatin
terhadap
dunia pendidikan kita. Seorang Tenaga Pengajar Di Salahsatu Universitas
pernah berkata “Mau gimana lagi,
sudah tercover dalam sistem,Apalagi Kampus ini Swasta,pastinya Semau
yang"PUNYA"untuk membuat "KEBIJAKAN"' kami tak bisa berbuat apa –
apa,Cuman Bisa mengiyakan" seorang Staff di kampus itu pun berkata hal
yang sama Ketika saya pempertanyakan Hal ini.
Saya marah dan kecewa jika ada seorang pendidik yang berkata seperti
ini. Tidaklah ucapan itu keluar dari seorang pendidik, melainkan
pendidik itu hanya tingal di masa lalu dan masa sekarang. Mengapa?
Karena kita bisa merubah itu semua, sepuluh, dua puluh atau tiga puluh
tahun lagi jika kita bisa mendidik anak – anak didik kita dengan baik.
Menjadi pribadi yang pantang korupsi, menjadi pribadi yang tangguh dan
bekerja keras, menjadi pribadi yang berwibawa, menjadi pribadi baru
yang pantang dijajah. Sadar dan sadarlah, kita sedang mendidik calon
pemimpin masa depan, bukan calon pemimpin masa lalu dan saat ini. Semua
ada di pundak kita. Inilah ladang jihad bagi kita.
Tetesan air mata orang-orang miskin
yang memohon kemudahan untuk merasakan sekolah, seolah membuat para
penguasa itu sendiri semakin gila menghambur-hamburkan uang yang tidak
sepantasnya mereka rasakan. Inikah yang diharapkan para pendiri bangsa?.
Inikah masa dimana Indonesia gemilang tanpa beban yang ada didalam
mimpi Soekarno ketika mengucapkan kalimat-kalimat sakral proklamasi?.
Tentu saja tidak!, bukan ini potret Indonesia gemilang.
letak masalah dalam pendidikan kita adalah adanya
pelembagaan pendidikan yang sedemikian ketat lewat undang-undang
pendidikan, birokratisme pendidikan, dan kurikulum pendidikan - yang
tidak didukung kontrol yang jelas dari elite kekuasaan. Gugatan
dialamatkan pada dunia pendidikan kita saat ini juga karena pendidikan
untuk semua (education for all) telah direduksi menjadi sekedar
pendidikan hanya untuk mereka yang kaya saja - setidaknya dilihat dari
kenyataan yang ada saat ini dan dan dari rintihan SAYA di awal
tulisan di atas. Dan ingat, semuanya itu terjadi karena kapitalisme
pendidikan – sebuah aliran yang telah merusak dunia pendidikan - yang
exsistensinya kini patut kita refleksikan, kita gugat, dan kita
campakkan.
Sekolah adalah harga mati, tidak
boleh ditawar, apalagi dicurangi. Tentu saja kita mengharapkan
Indonesia yang maju, gemilang dan dipenuhi manusia-manusia cerdas.
Segala kenyataan yang ada seolah membuktikan suatu pernyataan bahwa
orang-orang miskin tidak pantas merasakan bangku sekolah. Sebuah
anggapan menyedihkan yang terlihat seperti, KALAU MISKIN JANGAN SEKOLAH . Bangkitlah negeriku!,Didik para PENGUASA dengan PERLAWANAN dunia menantimu
Akhir kata jangan sampai ilmu yang diajarkan di sekolah – sekolah
Indonesia ini tidak barakah. Mulai dari penzaliman terhadap orang
miskin yang dilarang sekolah, Guru yang “Nyuap” untuk jadi PNS, gaji
guru yang ditunda pembayarannya sampai kepada korupsi yang melanda
pendidikan di Negara kita ini. Naudzubillah
Oleh : Hasan Arajak
Sore Hari di Kampus, Rabu 29 Februari 2012
Komentar
Posting Komentar