
Buruknya keuangan adalah masalah mendasar yang menimpa BPJS Kesehatan, sejak diberlakukan mulai tahun 2014 s/d 2019 BPJS Kesehatan mengalami defisit semakin melebar, di tahun 2019 kemungkinan defisit sebesar 28 triliun yang berasal dari pengalihan (carry over) defisit tahun 2018 & beban pembayaran tagihan RS awal tahun 2019.
Grafik Angka Defisit Keuangan BPJS Kesehatan

Sumber : Pusat Pembembiayaan Jaminan Kesehatan Kemenkes, 2019.
Setidaknya ada 3 catatan mengapa BPJS Kesehatan tersangkut dalam pusaran krisis keuangan :
1. Tingkat penggunaan pelayanan kesehatan (utilisasi) BPJS Kesehatan yang kian meningkat setiap tahun
2. Fasilitas Kesehatan yang semakin banyak
3. Jumlah pembayaran masyarakat perbulan masih dibawah iuran manfaat yang diterima.
Tercatat pada tahun 2018, rata – rata pengguna layanan kesehatan melalui JKN mencapai 640.822 layanan setiap hari, ini terdiri dari 147. 4 juta layanan di FKTP, 76.8 juta layanan rawat jalan Rumah Sakit dan 9.7 juta layanan rawat inap Rumah Sakit. Sementara itu, sampai tahun 2018 terdapat 23.039 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 2.465 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Defisit keuangan BPJS Kesehatan juga disokong oleh rendahnya iuran manfaat yang diterima, oleh karena itu pemerintah akan menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan sebesar 100 persen. Kenaikan ini dipercaya sebagai upaya menekan defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan.
Usulan kenaikan iuran
Kelas III : Rp. 25.500 menjadi 42.000
Kelas II : Rp. 51.000 menjadi 110.000
Kelas 1 : Rp. 80.000 menjadi 160.000
Jika tidak dinaikkan iuran, dipastikan angka defisit tahun 2019 sebesar 32 Triliun, tahun 2020 sebesar 44 Triliun, tahun 2021 56 Triliun, dan tahun 2024 sebesar 77,8 triliun.
Analisis Kenaikan iuran BPJS Kesehatan
Pelayanan Kesehatan merupakan Hak Dasar setiap warga Negara, upaya pemerintah untuk menekan defisit BPJS Kesehatan dengan menaikan iuran menuai pro dan kontra, namun demikian ada juga dampak lain yang harus diantisipasi oleh pemerintah dengan menaikan besaran iuran, diitengah kelusuan ekonomi, dan rendahnya daya beli masyarakat, kebijakan menaikan iuran bisa menjadi ancaman baru yakni bertambahnya tunggakan iuran.
1. Sebenarnya masih ada solusi lain yang bisa diambil pemerintah untuk menekan defisit BPJS Kesehatan diantaranya dengan menerapkan kebijakan biaya urun (cost sharing) khusus untuk penyakit katastropik yaitu jantung, gagal ginjal dan kanker sebab jenis penyakit ini banyak menyedot pembiayaan kesehatan.
2. Menarik lebih banyak anggaran dari hasil cukai rokok untuk menekan defisit BPJS Kesehatan,
3. BPJS Kesehatan harus mampu mendorong sisi kepatuhan pembayaran iuran agar semakin meningkat yang saat ini berada diposisi 54 persen, dengan memaksimalkan pungutan dari perusahan yang dari temuan BPKP terdapat 50.475 badan usaha yang belum tertib bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, ada sekitar 528.120 pekerja yang belum didaftarkan oleh 8.314 badan usaha, selain itu ada 2.348 badan usaha yang tidak melaporkan gaji dengan benar.
4. Sejak berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional potensi praktik kecurangan atau fraud dalam pembiayaan layanan kesehatan semakin Nampak di Indonesia, potensi ini muncul dan dapat menjadi semakin meluas karena adanya tekanan dari system pembiayaan yang berlaku di Indonesia, adanya kesempatan karena minimnya pengawasan, serta ada pembenaran saat melakukan tindakan ini, Fraud layanan kesehatan menambah defisit BPJS Kesehatan.
Kenaikan iuran tidak otomatis menyelesaikan defisit karena defisit dikontribusi juga oleh kegagalan mengendalikan biaya dan menghentikan fraud di fasilitas kesehatan. Jadi naiknya iuran harus didukung pengendalian biaya.
Komentar
Posting Komentar