Untukmu Pemuda
Pemuda Dalam Gerakan Kebangsaan
Oleh: Chan Panggeli
PEMUDA atau generasi muda
merupakan istilah yang populis dan sarat dengan nilai. Hal ini karena keduanya
mempunyai makna yang bersifat ideologis, sosiologis dan kultural. Munculnya
adagium "Pemuda harapan bangsa", "Pemuda pemilik masa
depan" atau "Pemuda sebagai generasi penentu dan tulang punggung
bangsa" yang sering dilekatkan pada istilah di atas semakin menunjukkan,
betapa besarnya nilai yang terkandung di dalamnya.
Kehadiran generasi muda mempunyai
arti dan makna tersendiri di mata masyarakat. Karena itu keberadaannya
mempunyai gaung yang cukup besar dan apresiasi yang cukup memadai, sehingga di
manana pun ia berada selalu mendapatkan ruang untuk berekspresi. Besarnya
antusiasme mayarakat menerima keberadaan generasi muda setidaknya di
latarbelekangi oleh beberapa hal.
Pertama, pemuda mempunyai makna
dan nilai yang strategis serta signifikan dalam menentukan masa depan bangsa.
Kedua, eksistensi pemuda selalu menjadi simbol progresivitas, pelopor, dan
penentu arah dinamika suatu bangsa. Ketiga, pemuda merupakan prototype ideal
sebagai generasi penerus. Karena ia masih mempunyai semangat, keteguhan
cita-cita, ketegasan sikap, visi yang konsisten dan jelas.
Sebagaimana dikatakan oleh
Taufik Abdullah (1974), kehadiran generasi muda bukan semata-mata gejala
demografis, tetapi juga sosiologis dan historis. Ia memandang generasi muda
tidak hanya mengisi sebuah episode generasi baru dalam sebuah komunitas
masyarakat, tetapi merupakan subjek potensial bagi sebuah perubahan pada
komunitas itu sendiri.
Nation-State
Perkembangan sejarah pembentukan
bangsa Indonesia
secara prosesual tidak terlepas dari peran perjuangan gerakan kaurn muda. Hal
ini terbukti dengan terbentuknya kelompok-kelompok sosial lokal dan regional
seperti Budi Utorno, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Moloeks Verbond, Jong
Celebes, Jong Ambon, Jong Batak, Kaum Muda Betawi dan Pemuda Indonesia.
Meskipun pada awalnya
kelompok-kelompok tersebut terbentuk berdasarkan kepentingan lokal, namun dalam
perkembangannya lokalisme dan regionalisme berkembang menjadi satu kesatuan
sebagaimana yang digambarkan dalam organisasi sosial yang menggunakan nama
Pemuda Indonesia.
Mereka membangun fondasi
perkumpulan sosial untuk merespon penderitaan akibat tekanan sosial, politik,
dan ekonomi kolonial. Apa yang inereka lakukan telah memperkuat solidaritas
untuk membangun kolektivitas sosial yang lebih besar. Kolektivitas sosial yang
merupakan manifestasi integrasi antaretnik tersebut telah menciptakan kekuatan
sosial-politik gerakan kaum muda sebagaimana yang digambarkan dalam Sumpah
Pemuda (1928).
Sebagai sebuah identitas
nasional, Sumpah Pemuda yang dihasilkan melalui Kongres Pemuda ke -2 di Jakarta
pada tanggal 26-28 Oktober 1928 telah membangkitkan semangat kesadaran kolektif
nasional. Tali pengikat yang kuat dalam merealisasikan nasionalisme Indonesia
tercermin dalam tri tunggalnya Sumpah Pemuda yang mempunyai makna pengertian
wilayah, bangsa dan bahasa sebagai alat komunikasi yang homogen (Suhartono
1989).
Dengan dicetuskannya Sumpah
Pemuda sebagai identitas nasional , sesungguhnya membuktikan keberadaan
organisasi kepemudaan pada waktu itu mempunyai visi kebangsaan yang jelas.
Meskipun mereka terdiri dari kultur yang heterogen dari berbagai suku, bahasa
dan agama, namun perbedaan tersebut tidak mengarah pada perpecahan dalam
menentukan orientasi baik pada wilayah program maupun corak gerakan.
Komitmen kebersamaan dalarn
menjaga visi kebangsaan inilah yang menjadi energi dalam melakukan counter
ideologi untuk melawan order kolonial menuju order kebebasan, kemandirian dan
kedaulatan yang sering juga kita sebut sebagai kemerdekaan.
Konsistensi Visi
Kokohnya konsistensi visi
kebangsaan tersebut perlu direnungkan oleh kaum muda masa kini dalam merumuskan
berbagai pola dan corak gerakannya. Melalui momentum peringatan hari Sumpah
Pemuda, kita patut melakukan otokritik terhadap kiprah sebagai generasi penerus
bangsa dalam mengekspresikan dan mengaktualisasikan ide dan gagasannya.
Sebagai entitas kaum muda kita
juga dituntut mempunyai keberanian untuk melakukan instrospeksi dan evaluasi
kritis terhadap visi dan corak gerakan yang selama ini kita banggakan dan
yakini akan kebenarannya.
Dalam konteks ini generasi muda
dituntut kejujuran dan kearifannya untuk melihat dan sekaligus mengakui
keberhasilan yang telah dicapai oleh generasi pendahulu . Dalam hal pergerakan,
rnereka mempunyai beberapa keunggulan komparatif. Perlama, adanya konsistensi
visi untuk menumbuhkan kesadaran kolektif bangsa atau nasionalisme sebagai langkah
awal menuju order kemerdekaan.
Mereka dipersatukan oleh adanya
kepedulian, keprihatinan, dan nasib yang sama,( meskipun dengan perspektif yang
beragam,) terhadap kondisi sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan budaya yang
berada dalam lingkungan serta kultur kolonialisrne.
Kedua, pola gerakan yang mereka
tempuh berdasarkan pada pijakan rasionalitas dan bukan emosionalitas semata,
sehingga aktivitas yang dilakukannya tidak bersifat sesaat dan terpecah-pecah,
melainkan bersifat menyeluruh serta berdimensi jangka panjang.
Ketiga, pembacaan terhadap
realitas empiris yang menjadi fenomena kebangsaan sangat diperhitungkan. Maka
tidak mengherankan jika mereka dapat merekam kebutuhan dasar masyarakat yang
kemudian diaplikasikan dalam gerakan.
Nilai historis tersebut sudah
semestinya dijadikan pijakan dalam melakukan refleksi terhadap realitas
objektif organisasi kepemudaan yang sedang menunjukkan surutnya vitalitalitas
dan keringnya spirit dalam melakukan transformasi secara menyeluruh. Baik dalam
ranah kemasyarakatan, kebangsaan maupun kemahasiswaan.
Secara fenomenologis, eksistensi
gerakan organisasi kepemudaan menunjukkan gejala adanya perpecahan, pengentalan
identitas kelompok masing-masing dan bersifat primordial. Hal ini terjadi
karena beberapa hal. Pertama, adanya kecenderungan bahwa bangunan interaksi
sosial-politik terpola berdasarkan pada moment, bukan karena perjumpaan dan
persamaan visi yang lebili mendasar. Kondisi ini akan menyeret pada fenomena
gerakan yang bersifat sesaat dan terpecah-pecah.
Kedua, adanya kecenderungan
pragmatis dalam merumuskan visi dan orientasi gerakan di kalangan aktivis
organisasi kepemudaan. Kecenderungan ini menyebabkan terkikisnya sikap
independen dan terkuburnya konsistensi sikap serta keringnya komitmen, sehingga
tidak dapat membaca realitas objektif secara kritis.
Kenyataan ini akhirnya
melahirkan kondisi gerakan kepemudaan yang terasing dari nilai-nilai luhur
sejarah. Hal ini diperparah lagi dengan adanya kecenderungan menonjolkan
kepentingan kelompoknya masing-masing, sehingga gerakan kepemudaan seolah tidak
mempunyai visi yang dapat mempertemukan berbagai kelompok dan kepentingan yang
ada.
Dalam kondisi yang demikian,
wajar jika gerakan kaum muda saat ini tidak mampu secara optimal dan menyeluruh
dalam menerjemahkan dan menerapkan nilai-nilai historis pergerakan nasional
pada akhir abad XIX hingga pungkasan abad XX. Transformasi nilai historis ini
menjadi sebuah keharusan bagi generasi penerus jika enggan dicap sebagai
generasi yang acuh tak acuh terhadap masa depan bangsa.
Sejarah dan dinamika politik
bangsa ini menunjukan, pemuda dengan segenap kemampuannya telah memberikan
peran dan partisipasinya, baik pada saat perjuangan merebut kemerdekaan pada
masa penjajahan maupun dalain proses pembentukan karakter bangsa untuk menuju
negara yang berdaulat, dan demokratis.
Meskipun demikian, tidak
berhenti hanya karena kemerdekaan dan kedaulatan bangsa telah tercapai,
melainkan memerlukan kontinuitas untuk mengawal jalannya reformasi,
memberdayakan masyarakat, mengatasi krisis multidimensi serta membangun
kemandirian bangsa. Mengingat misi yang begitu besar, maka penting artinya bagi
organisasi kepemudaan untuk memperkokoh visi kebangsaannya dalam kerangka
menyemai energi kolektif gerakan kaum muda untuk mempererat tali persatuan dan
kesatuan bangsa. Karenanya, perbedaan prinsip, corak gerakan dan kepentingan
kelompok tidaklah cukup untuk dijadikan alasan pembenar bagi tercerai - berainya
organisasi kepemudaan.
Komentar
Posting Komentar