MEDIA LABORAN ANALIS KESEHATAN
PERBANDINGAN HASIL
PEMERIKSAAN GLUKOSA URIN SEGAR DAN URIN TUNDA DUA JAM PADA
PENDERITA DIABETES MELITUS
METODE
CARIK
CELUP
ALMUHTADIN
ABSTRACT
Urine comes from the filtration of the blood by glumelurus then secreted
, diabsorsi and excreted through the urinary tract . Urine glucose test is
intended to determine differences in examination results both immediately and
in abundance in the two -hour delay in people with diabetes mellitus dip strip
method. Quasi-experimental study was conducted. The study aimed to see
differences in the results of the examination of fresh urine and urine glucose
two hour delay in people with diabetes mellitus dip strip method. With a
sampling technique accidental sampling. The test results show signs that n ' -
t1 = 15 > T = 0 at the 0.05 level in this case Ho acceptable means there is
no significant difference between the results of the examination of fresh urine
and urine glucose two hour delay in patients with diabetes mellitus dip strip
method. Based on the above results it is suggested that a two -hour delay urine
can be used to check for glucose in the urine, but urine specimen should be
good is just a sample of urine because urine is delayed di kemihkan
pemeriksaanya can affect the results of other tests .
Keywords : Fresh Urine Glucose, Urine Two Hour Delay
PENDAHULUAN
Diabetes
mellitus adalah suatu penyakit dengan peningkatan
glukosa darah diatas normal.
Dimana
kadar glukosa darah diatas normal, diatur tingkatan oleh hormon insulin yang diproduksi
oleh pangkreas.
Peningkatan
jumlah penderita diabetes mellitus akhir-akhir ini sangat cepat, dan banyak
diantaranya tidak menyadari betapa serius penyakit tersebut. Hal ini disebabkan
karena beberapa penderita tidak
merasakan timbulnya gejala-gejala diabetes (Mahagad Shadine, 2010).
Salah
satu dari gejala diabetes mellitus adalah poliuria atau sering kencing terjadi
karena pada orang diabetes mellitus akan terjadi penumpukan cairan dalam tubuh
akibat gangguan osmolaritas darah yang mana cairan tersebut mesti dibuang
melalui kencing (Mirsa Maulana, 2008).
Efek
kronik dari penyakit Diabetes Mellitus juga menjadi perhatian yang serius selain dari segi
epidemologi. Penyakit diabetes mellitus merupakan the great imitator. Hal
ini disebabkan penyakit diabetes mellitus
mampu menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh pada anatomi maupun fungsional.
Komplikasi
kronik dari penyakit Diabetes mellitus menyebabkan kelainan pada makrovaskular,
mikrovaskular, gastrointestinal, genitik urinari, dermatologi, infeksi,
katarak, glukoma dan sistem muskulo skeletal (Harrison, 2007).
Tanda
awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita diabetes mellitus yaitu
dilihat langsung dari efek peningkatan kadar glukosa dalam darah, dimana
peningkatan kadar glukosa dalam darah menncapai nilai 160 – 180 mg/dl, sehingga
urin sering dilebung atau dikerumuti semut (Evelyn
C. 2010).
Zat
sisa hasil metabolisme sel yang sudah tidak digunakan lagi oleh tubuh akan
dibuang berupa urin. Urin ini terjadi di glomelurus ginjal, glomelurus itu
merupakan suatu saringan yang merupakan bersifat fisis, dimana molekul-molekul
besar tidak dapat melalui saringan glomelurus, protein globulin misalnya dalam
keadaan normal tidak dapat melalui saringan glomelurus, setelah melewati
glomelurus filtrat masuk ke kapsule boedmend selanjutnya ketubulus ginjal.
Apabila
kadar glukosa dalam urin mencapai 50-300 mg
per 24 jam, kondisi urin masih bisa dikatakan normal. Namun jika
kadarnya sudah melebihi dari batas tersebut berarti kondisi urin sudah tidak
normal. Jika kadar glukosa dalam darah terlalu tinggi akan lebih banyak glukosa
yang lolos kedalam cairan urin karena keterbatasan kemampuan ginjal untuk
menyerap kembali kedalam darah. Cairan urin mengandung glukosa tidak selalu
menjadi pertanda kelainan pada ginjal. Meningkatnya kadar gula darah yang
berlebihan dapat pula mengakibatkan peningkatan glukosa dalam urin (H. M
Hembing Wijayakusuma).
Urin berasal dari darah yang
mengalami fitrasi di glomerulus kemudian
disekreksi, diabsorpsi dan diekresi melalui saluran kemih. Tes urin dapat
memberikan informasi mengenai kelainan organ tubuh, selain itu juga dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis dan pemantauan hasil pengobatan.
Setiap menit kira-kira satu liter darah yang mengandung
500 ccm plasma mengalir melalui semua glumeruli dan sekitar 100 ccm dari itu
disaring keluar. Plasma yang berisi garam, glukosa, dan benda halus lainnya
disaring.
Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembus
filter atau saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah. Bila kita
membandingkan jumlah yang disaring oleh glumeruli setiap hari dengan jumlah
yang biasanya dikeluarkan kedalam air kemih, kita akan dapat melihat besar daya
selektif sel tubula sebagai berikut (Kus Irianto, 2004).
Dalam keadaan normal, semua glukosa dan sebagian besar
air diabsorpsi kembali, sedangkan produk buangan dikeluarkan. Faktor yang
mempengaruhi sekresi adalah filtrasi glomelurus, reabsorpsi tubulus, dan
sekresi tubulus (Nursalam, 2008).
Sistem
perkemihan adalah suatu sistem yang didalamnya terjadi penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat yang tidak digunakan oleh tubuh zat ini akan
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin.
Bahan
tes yang terbaik adalah urin segar kurang dari satu jam setelah dikeluarkan. Padahal yang sering terjadi adalah penundaan
pemeriksaan dan pengiriman sampel
urin. Urin yang dibiarkan dalam waktu lama
pada suhu kamar akan menyebabkan perubahan pada uri (Hardjoeno H, dkk. 2007).
Penundaan waktu dua jam pada urinalisis dapat
mengakibatkan penurunan hasil kadar glukosa urin. Sedangkan parameter yang terjadi
peningkatan pH, eritrosit dan urobilinogen. Hal ini disebabkan karena
bakteri pada urin tersebut mengubah ureum menjadi amoniak pH menjadi basah, sehingga terjadi penguapan
kalsium dan magnesium fosfat, sehingga kadar glukosa dalam urin akan terjadi
penurunan. (H.Hardjoeno, dkk. 2010).
Zat
yang dibutuhkan oleh tubuh akan beredar kembali kedalam tubuh melalui pembuluh
darah kapiler ginjal, masuk kedalam pembuluh darah melalui pembuluh darah
kapiler ginjal, kemudian masuk kedalam
pembuluh darah dan beredar keseluruh tubuh. Sistem perkemihan merupakan sistem
rangkaian organ yang terdiri atas ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra (Syaifuddin,
2009).
Ginjal merupakan organ yang terpenting dalam
mempertahankan hemoestasis cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan hemoestasis dengan mengatur
volume cairan, keseimbangan osmotik, asam basa, ekresi sisa metabolisme, dan
sistem pengaturan hormonal dan
metabolism (Syaifuddin, 2009).
Ginjal menerima sekitar satu liter darah permenit sampai
seperlima dari curah jantung. Aliran darah yang sangat besar ini tidak
ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan energi yang berlebihan, tetapi agar ginjal
dapat secara terus menerus menyesuaikan komposisi darah, ginjal mampu
mempertahanka volume darah, memastikan
keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat, dan PH, serta membuang
produk-produk metabolism (Elizabeth J. Corwin, 2009).
Diabetes
mellitus adalah suatu penyakit dengan
peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar glukosa darah diatas
normal, diatur tingkatannya oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pangkreas. Penderita Diabetes Mellitus Positif adalah
adanya ciri-ciri diabetes mellitus dan terjadi peningkatan kadar
glukosa dalam darah, dimana peningkatan kadar glukosa dalam darah mencapai
nilai 160–180 mg/dl. Diabetes Mellitus mampu menyebabkan kerusakan organ secara
menyeluruh, secara anatomi maupun fungsional. Sehingga dilakukan penundaan
pemeriksaan yaitu urin segar dan urin tunda dua jam untuk mengetahui kadar
glukosa urin. Dampak penundaan tersebut dapat menyebabkan perbedaan hasil
antara urin segar dan urin tunda dua jam.
METODE DAN BAHAN
Jenis
penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah eksperimen semu, untuk
mengetahui hasil pemeriksaan glukosa urin segar dan tunda selama dua jam pada
penderita diabetes melitus. Populasi adalah Pasien yang memeriksakan kadar glukosa urin di
laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Kabupaten Gowa serta
sampel adalah urin positif
yang baru dikemihkan oleh penderita Diabetes Melitus. Penelitian
ini di laksanakan pada laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Kabupaten Gowa pada tanggal 09
– 15 juni 2011.
BAHAN
Tahap Pra Analitik
a. Persiapan pasien
Urine merupakan hasil sisa metabolisme tubuh
yang dikeluarkan melalui ginjal oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal
yang dapat menggangu pemeriksaan urin. Untuk pemeriksaan glukosa sebaiknya
tidak dianjurkan untuk konsumsi zat yang dapat menggangu hasil pemeriksaan.
Obat yang memberikan warna pada urin dapat
menggangu pembacaan hasil tes seperti piridium yang akan menyebabkan warna
merah pada urin.
Urin yang dikumpulkan hendak terhindar dari
kontaminasi sekret vagina, rambut pubis,
bedak, minyak, lusion dan bahan yang berasal dari luar. Pada pasien anak, urin
sebaiknya tidak diambil dari diaspers.
Sebelum pengambilan urin sebaiknya pasien di beritahukan
untuk mencuci tangan dengan bersih kemudian diberi penampung. Penampung urin
terdiri dari berbagai macam tipe dan bahan, saat ini yang lazim digunakan
adalah wadah yang terbuat dari plastik. Wadah harus bermulut lebar, bersih,
kering, dan tertutup.
b. Persiapan sampel
Bahan
tes yang terbaik adalah urin segar kurang dari satu jam setelah dikeluarkan.
Urin yang dibiarkan dalam waktu lama pada suhu kamar akan menyebabkan perubahan
pada urin. Apabila ditunda pemeriksaan, urin harus disimpan dalam lemari es
pada suhu 2-80C dan penundaan tidak berlebih dari delapan jam. Pada
keadaan tertentu sehingga urin harus dikirim pada tempat yang jauh dan atau
tidak ada lemari es, bisa digunakan bahan pengawet urin.
(Hardjoeno.H, dkk 2007).
Tahap
Analitik
Pemeriksaan Glukosa Urin Positif
a. Metode :
Carik Celup dengan dua Perlakuan
b. Prinsip Glukosa + O2
Asam Glutamat + H2 O2 Pemeriksaan
glukosa dalam urin secara kuantitatif akan bereaksi berdasarkan enzim glukosa oksidase
(Kosasih, E.N, dkk, 2008).

c. Alat dan Bahan:
1) Combur Stik (strip urine untuk alat Mission
U500).
2) Mission U500.
3) Urin.
d. Cara Kerja
1)
Masukkan urin
kedalam tabung reaksi .
2) Celupkan
combur stik pada urine.
3) Diamkan selama ± 1 menit
kemudian sentuhkan pada kertas tissu (sisi kanan kiri samping belakang).
4) Dimasukkan kedalam introfa tekan
START, alat akan mulai menganalisa 10 parameter yang akan dikeluarkan oleh
print out.
Paska analitik.
Hasil pemeriksaan reduksi hendaknya disebut dengan
cara semikuantitatif dan kualitatif, dimana pada interprestasi hasil tersebut
dapat ditulis dan digambarkan sebagai berikut.






Hasil negatif palsu pada pemeriksaan glukosa dapat
disebabakan oleh bahan reduktor seperti
vitamin C, keton, asam hemogentisat, aspirin, dan obat-obat dipyrone (Acon,
laboratorium, 2006).
Data disajikan dalam
bentuk tabel yang akan “diuji tanda (Sing
Test) digunakan untuk menguji hipotesis komperatif dua sampel yang
berkolerasi, bila data terbentuk ordinal karena data yang akan dianalisis
dinyatakan dalam bentuk tanda-tanda, yaitu tanda positif dan negatif. Misalnya
dalam satu eksperimen, hasil tidak dinyatakan berapa besar perubahan secara
kuantitatif, tetapi dinyatakan dalam bentuk perubahan yang positif dan negatif.
Jadi dalam hal ini tidak menanyakan berapa besar pengaruhnya secara
kuantitatif, tetapi hanya pernyataan mempunyai pengaruh positif atau negatif. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang berpasangan, misalnya
urin segar dan urin tunda dua jam. Tanda positif dan negatif akan dapat
diketahui berdasarkan hasil antara satu dengan yang lain dalam pasangan itu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilaksanakan sejak tanggal 09 s/d 15 juni 2011 mengenai
Perbandingan hasil pemeriksaan Glukosa urin segar dan urin tunda dua jam pada
penderita diabetes melitus metode carik celup diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1.1 Hasil Pemeriksaan Glukosa urin segar dan urin tunda
dua jam pada penderita diabetes melitus metode carik celup di rumah sakit
umumsyekh yusuf kabupaten gowa.
No
|
Kode Sampel
|
Hasil pemeriksaan Glukosa urin
|
Tanda
|
|
Segar
|
Tunda dua jam
|
|||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
|
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
|
(+++)
(+++)
(+)
(++)
(+++)
(+++)
(+++)
(+++)
(+)
(++)
(+)
(+++)
(++)
(++)
(+++)
(+++)
(+)
(+++)
(+++)
(++)
|
(+++)
(+++)
(+)
(++)
(+++)
(+++)
(+++)
(+++)
(+)
(++)
(+)
(+++)
(++)
(++)
(+++)
(+++)
(+)
(+++)
(+++)
(++)
|
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
|
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa dari 20 hasil pemeriksaan glukosa
urin segar dan urin tunda dua jam tidak ada perbedaan hasil.
Tabel 1.2 Hasil Pemeriksaan Glukosa urin segar dan urin tunda
dua jam pada penderita diabetes melitus metode carik celup di rumah sakit umum
syekh yusuf kabupaten gowa
N
|
n’
|
t1
|
T
|
(a)
|
20
|
20
|
15
|
0
|
0,05
|
Tabel 1.2
menunjukkan bahwa n’ – t1 > T Hipotesa Ho diterima
berarti tidak pengaruh penundaan terhadap hasil pemeriksaan urin segar dan urin tunda dua
jam.
Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu sampel
urin segar pada penderita diabetes
mellitus yang kemudian ditunda selama dua jam pemeriksaannya. Sampel diperiksa
dengan metode Carik Celup dengan dua perlakuaan. Berdasarkan hasil penelitian
yang diperoleh di dapat n’ – t1 > T dengan derajat kesalahan 0,05
hal ini berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara hasil pemeriksaan glukosa
urin segar dan urin tunda dua jam pada penderita diabetes mellitus metode carik
celup.
Pada seitap pemeriksaan sampel dilaboratorium sering tertunda
hal ini disebabkan karena keterbatasan pegawai/laboran serta keterlambatan
pengiriman spesimen, sehingga dapat menyebabkan perubahan hasil.
Penanganan sampel urin untuk pemeriksaan sebaiknya
ditampung pada tempat yang bersih tampa bahan pengawet sebaiknya disimpan pada
suhu ruagan dan tes dilakukan paling lambat dua jam setelah pengambilan sampel
prinsip tes untuk carik celup dengan metode enzimatik adalah glukosa oksidase
kertas yang dilapisi dua macam enzim yang berubah warna bila dioksidase
pengukuran kadar glukosa dengan alat Urin Analyzer, apabila warna kuning muda
berubah menjadi warna kuning tua pada strip menunjukan hasil positif dua
artinya glukosa dalam pemeriksaan kurang dari 500 mg/dl.
Cara dengan memakai carik celup memang spesifik untuk
glukosa dan test hanya memerlukan waktu yang singkat hal itu tidaklah berarti
tidak ada kelemahan-kelemahan hasil negatif palsu terjadi bila urin mengandung
zat- zat mereduksi seperti vitamin C juga monosakarida lain seperti galaktosa,
fruktosa, disakarida seperti laktosa dan beberapa zat bukan gula dan dapat
mengadakan reduksi.
Hasil penelitian dua perlakuan metode carik celup
memberikan hasil tidak ada perbedaaan yang bermakna dengan dua perlakuan.
Metode carik celup dapat memberikan hasil yang memadai dan efisien waktu dapat
memberikan hasil yang sama disamping murahnya reagen dan biaya pemeriksaan murah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari
hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan tidak terdapat
perbedaan hasil antara urin segar dan urin tunda dua jam pada penderita
diabetes mellitus metode carik celup. Adapun perubahan yang akan terjadi pada
urin tersebut disebabkan oleh bakteri yang disebabkan oleh tempat atau wadah
yang tidak bersih hal ini yang dapat mengubah perbedaan hasil pemeriksaan
glukosa urin segar dan urin tunda dua jam pada sampel tersebut. Berdasarkan
pada kesimpulan diatas, maka dapat diberikan saran, metode carik celup dapat
digunakan sebagai test glukosa urin karena keduanya memberikan hasil yang tidak
berbeda terhadap pemeriksaan glukosa urin segar dan urin tunda dua jam pada
penderita diabetes mellitus.
DAFTAR
RUJUKAN
Acon
laboratories,inc. 2006. Mission U500 Urine
Analyser, Intrucsion Manual. San
Diego-USA.
Corwin, Elizabeth.j. 2009. Buku saku patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gandasoebrata R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta. Penerbit Dian Rakyat.
Hardjoeno.H. dkk. 2007. Substansi dan cairan tubuh. Makassar. Lembaga Penerbitan
Universitas Hasanuddin.
Hardjoeno.H. dkk. 2010. Substansi dan cairan tubuh. Makassar. Lembaga Penerbitan
Universitas Hasanuddin.
Hardjoeno.H. dkk. 2011. Substansi dan cairan tubuh. Makassar. Lembaga Penerbitan
Universitas Hasanuddin.
Kus Irianto. Drs. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Paramedis. Bandung. CV. YRAMA
WIDYA.
Kosasih,N.H,
dkk. 2008. Tafsiran Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Klinik. Tangerang. Karisma Publishing Group.
Maulana
Mirza. 2008. Mengenal Diabetes mellitus.
Jogjakarta, cetakan l.
Nursalam.
M, dkk. 2008. Asuhan keperawatan Pada
Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta. Salemba Medika.
Sayfuddin.
2009. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Keperawatan, jakarta. Buku kedokteran
EGC.
Sugyono, Dr, Prof. 2008. Statistik Non Parametris. Alfabeta; Bandung.
Suryamatja.
M. 2004, Automatid Analizer,
Buku Kumpulan Makalah Lokarya Prinsip Dasar Dan Penggunaan Praktis Instrumen
Laboratorium, Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
Shadine, Mahagad. 2010. Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke & Serangan jantung.
Cetakan pertama. Penerbit KEENBOOKS.
Pearce, Evelyn. C. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Pearce, Evelyn. C. 2010. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Wijayakusuma Hembing. H. M. 2008. Bebas penyakit Ginjal dan Saluran Kemih. Jakarta,
Cetakan I.
ANALISIS KADAR TIMBAL
( Pb ) PADA IKAN CAKALANG YANG DIPERJUALBELIKAN PADA TEMPAT PELELANGAN IKAN
PAOTERE
KOTA MAKASSAR
HASAN
ABSTRACT
Fish as one of the aquatic biota can be used as an indicator of the level
of contamination that occurred in the waters. The process of transfer of heavy
metals from sea water into the body of the fish is very likely to occur, which
in turn would be bad for the fish and the humans who consume them. This study
aims to identify and determine the levels of heavy metal lead ( Pb ) that tuna
fish sold in fish markets in the city of Makassar Paotere with laboratory
analysis technique using a sample of the organoleptic meat tuna. Analysis has
been carried out in a sample of heavy metals Pb tuna with atomic absorption
spectrometry method ( AAS ). Preparation of early footage made with fish
washed, meat, dried, pulverized and sieved to 100 mesh escape, diluted with
Teflon bomb digestion technique to obtain a solution of footage that is ready to
be analyzed. Parameter analysis with AAS analysis includes optimum conditions ,
the calibration curve elements, the concentration range used, the feasibility
of test equipment and test method validation. The results of the study lead
levels in 10 samples of tuna meat found to contain lead levels that varied
between 0.006 to 0.0486 mg / kg , according to the Indonesian National Standard
( SNI ) 7387:2009 maksimum limit heavy metal contamination of lead in food of
0.4 mg / kg. Based on the research results, which are tuna fish auction in the
city of Makassar Paotere containing lead with lead level is below the threshold
set ISO 7387:2009, so it is advisable to consider the quality of the people to
keep fish before consuming as well as to the relevant government agencies to
conduct supervision in the framework of enhancing the sustainability of the
underwater world .
Keywords : Heavy Metal Lead ( Pb ) , Skipjack , AAS method .
PENDAHULUAN
Lingkungan
Hidup merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa wajib dilestarikan dan
dikembangkan kemampuan agar tetap dapat menjadi sumber penunjang hidup bagi
manusia dan makhluk
hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.
Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state). Tiga
perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut.
Garis pantai Indonesia 81.000 km atau terbesar kedua di dunia. Potensi lestari
atau maximum sustainable yield ikan laut seluruhnya 6.4 juta ton
pertahun atau sekitar 7% dari total potensi lestari ikan laut di dunia, namun
baru sekitar 58.5% yang dimanfaatkan, hasil perikanan laut Indonesia pada tahun
2005 mencapai 5.1 juta ton (63% dari potensi lestari), sedangkan pada tahun
2009, produksi ikan secara nasional mencapai 5.870.010 ton. Bidang kelautan dan
perikanan menyumbang 65% dari kebutuhan protein masyarakat 60% diantaranya
adalah hewan tangkapan (Anonim, 2010).
Provinsi
Sulawesi Selatan yang beribukota Makassar terletak 0o12’-8o LS
dan diantara 116 48’-112o36’ BT dengan luas wilayah sekitar 45.764,53
Km2, panjang garis pantai 1.937 Km. Jumlah penduduk
Sulawesi selatan tahun 2011 tercatat sebanyak 8.115.638 jiwa atau meningkat 1 %
dari tahun 2010. Diantara jumlah penduduk tersebut terdapat tenaga kerja yang
mengelola sumber daya kelautan dan perikanan (nelayan dan pembudidaya) sebanyak
582.484 jiwa atau sebesar 7,2 %. Komposisi tenaga kerja sektor Kelautan dan
Perikanan di sulawesi selatan tercatat jumlah nelayan sebanyak 196.272 orang
atau 33,6 %dan pembudidaya sebanyak 386.212 orang atau 66,4 %.
Lingkungan
perairan, khususnya lautan Indonesia bagian timur memiliki berbagai macam jasa
lingkungan yang sangat potensial bagi kepentingan pembangunan. Program
revitalisasi perikanan
yang tujuannya diarahkan untuk mempercepat peningkatan, produktifitas dan
produksi serta kualitas hasil perikanan sehingga dapat memberikan kontribusi
yang sebesar-besarnya guna menanggulangi permasalahan nasional, yaitu
pengurangan kemiskinan (propoor), peningkatan tenaga kerja (projob) dan
peningkatan pertumbuhan ekonomi (progrowth). untuk hal tersebut ditetapkan tiga
komoditi yang diunggulkan untuk ditingkatkan produktifitas / produksi dan
kualitasnya yaitu udang, rumput laut, dan cakalang
(Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. SULSEL, 2011). Dari sudut pandang
pembangunan, berkelanjutan, pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan di
Indonesia dihadapkan pada persimpangan jalan. Disatu pihak masih banyak kawasan
pesisir dan lautan Indonesia yang tingkat pemanfaatanya belum optimal atau
bahkan belum terjamah sama sekali. Dilain pihak terdapat kawasan yang telah
dimanfaatkan (dikembangkan) dengan intensif sehingga indikasi terlampauinya
daya dukung atau kapasitas berkelanjutan (potensi lestari) dari ekosistem
pesisir dan lautan seperti: pencemaran, tangkapan berlebih (overfishing), degradasi fisik habitat
pesisir dan abrasi pantai. Fenomena ini telah dan masih berlangsung, terutama
dikawasan pesisir yang padat penduduknya dan tinggi tingkat pembangunan (Dahuri
dkk, 1996 dalam arlini 2001).
Pencemaran
kawasan laut indonesia dapat berasal dari limbah yang dibuang akibat aktifitas
manusia, industri dan kegiatan transportasi. Kegiatan-kegaitan ini berpotensi
menimbulkan pencemaran yang menyebabkan terjadinya perubahan fisika kimia air
laut termasuk peningkatan kadar logam berat. Pencemaran logam berat merupakan
permasalahan yang serius untuk ditangani, karena merugikan lingkungan dan
ekosistem secara umum. Sejak kasus merkuri di minamata jepang 1953, pencemaran
logam berat semakin sering terjadi dan semakin banyak dilaporkan. Agen lingkungan
Amerika Serikat (EPA) melaporkan, terdapat 13 elemen logam berat yang diketahui
berbahaya bagi lingkungan, di antaranya Arsenik (As), Timbal (Pb), Merkuri (Hg)
dan Kadmium Cd) (Mursyidin, 2006).
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar (Surah Arrum : 41).
Bahan
pencemaran ini jika berada diatas ambang batas dalam suatu perairan dapat menimbulkan
ketidakseimbangan ekologis. Secara alami logam Pb dapat masuk kebadan perairan
melalui pengkristalan logam Pb diudara dengan bantuan air hujan. Selain itu
proses korosifikasi batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin,
merupakan salah satu jalur sumber logam Pb yang masuk ke dalam badan perairan
(Palar, 2008).
Pencemaran
lingkungan kadang-kadang tampak jelas pada kita seperti timbunan sampah
dipasar-pasar, pen-dangkalan sungai yang penuh kotoran, ataupun sesak napas
karena asap knalpot ataupun cerobong asap pabrik. Setiap pencemaran berasal
dari satu sumber tertentu, sumber ini penting, karena merupakan pilihan pertama
untuk melenyapkan pencemaran itu. Setelah pencemaran ini dibebaskan oleh sumber
kemudian sampai kepada penerima. Penerima ini yang dipengaruhi oleh pencemar.
Manusia menjadi penerima pencemar gas yang dikeluarkan oleh pabrik. Ikan
menjadi penerima pencemar deterjen atau racun yang masuk kedalam perairan.
Kadang-kadang racun itu mengendap dan tinggal lama di dalam dasar perairan
(Sastrawijaya, 2009).
Pencemaran
atas laut atau Marine Pollution
merupakan salah satu masalah yang mengancam bumi saat ini, pencemaran atas laut
terus dibicarakan dalam konteks perbaikan lingkungan hidup internasional.
Perlindungan laut terhadap pencemaran
adalah merupakan upaya melestarikan warisan alam. Melestarikan warisan alam
adalah memberikan prioritas pada nilai selain ekonomis: nilai keindahan alam,
nilai penghormatan akan apa yang ada yang tidak diciptakan sendiri, dan lebih
dari itu, nilai dari kehidupan itu sendiri, sebuah fenomena yang bahkan
sekarang ini dengan kemampuan akal budi manusia tidak mampu dijelaskan.
Menurut
GESAMP (The Joint Group of Expert on
Scienytific Aspect of Marine Pollutan) zat-zat pencemar itu dapat
diklassifikasikan sebagai berikut: (1) halogenated hydrocarbons termasuk PCBs
(Polychlorinated) dan peptisida seperti DDT; (2) minyak bumi dan bahan-bahan
yang dibuat dari minyak bumi (derivatives); (3) zat kimia organik seperti
biotoksin laut (marine biotoxine), deterjen (detergents); (4) pupuk buatan
(kimia) maupun alami termasuk yang terdapat dalam kotoran dan yang berasal dari
bahan pertanian; (5) zat kimia an-organik terutama logam berat merkuri dan
timah hitam (lead); (6) benda-benda padat (sampah) baik organik maupun an-organik;
(7) zat-zat radioaktif dan (8) buangan (air) panas (themal waste). Disisi lain
pencemaran laut adalah perubahan dilingkungan laut yang terjadi akibat
dimasukannya oleh manusia secara langsung
ataupun tidak bahan-bahan atau energi kedalam lingkungan laut yang
menghasilkan akibat yang demikian buruknya sehingga merupakan kerugian terhadap
kekayaan hayati, bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan
di laut termasuk perikanan dan lain-lain penggunaan laut yang wajar, pemburukan
dari pada kualitas air laut dan menurunnya tempat-tempat permukiman dan
rekreasi (Kusumaatmadja, 1987).
Pembuangan
bahan kimia, limbah, maupun pencemaran lain kedalam air akan mempengaruhi
kehidupan dalam air itu. Suatu pencemaran dalam suatu ekosisitem mungkin cukup
banyak, sehingga akan meracuni semua organisme yang ada disana. Biasanya suatu
pencemaran cukup banyak untuk membunuh spesies lainnya. Sebaliknya ada
kemungkinan bahwa suatu pencemaran justru dapat mendukung perkembangan spesies
tertentu. Jadi bila air tercemar, ada kemungkinan pergeseran-pergeseran dan
jumlah spesies yang banyak dengan ukuran yang sedang populasinya, kepada jumlah
spesies yang sedikit tetapi berpopulasi yang tinggi. Penurunan dalam
keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu tanda ada pencemaran
Spesies yang ada dalam kepadatan yang tinggi dinamakan spesies indeks atau organisme indikator populasi. Jika spesies itu
sama sekali tidak ada, maka derajat populasi lebih tinggi. Ikan dijadikan
sebagai indikator populasi pencemaran (sastrawijaya, 2009).
Pencemaran
laut oleh logam berat bukan lagi merupakan masalah baru yang mengancam
kesejahteraan hidup manusia. Pandangan bahwa laut sebagai tempat yang layak
untuk pembuangan limbah yang dihasilkan oleh manusia, dengan anggapan bahwa
volume lautan didunia ini sangat luas yang mempunyai kemampuan tidak terbatas
untuk menyerap segala sesuatu yang dibuang kedalamnya baik sengaja ataupun
tidak disengaja (Nyibakken, 1992).
Dalam
undang - undang lingkungan hidup dijelaskan bahwa suatu tatanan lingkungan
hidup dikatakan tercemar apabila ke dalam tatanan lingkungan hidup itu masuk
atau dimasukan suatu benda lain yang kemudian memberikan pengaruh buruk
terhadap bagian-bagian yang menyusun tatanan lingkungan hidup itu sendiri,
sehingga tidak lagi dapat hidup sesuai aslinya. Pada tingkat lanjutnya bahkan
dapat menghapuskan satu atau lebih mata rantai dalam tatanan tersebut.
Sedangkan suatu pencemaran atau polutan adalah setiap benda, zat ataupun
organisme hidup yang masuk kedalam tatanan alami dan kemudian mendatangkan
perubahan-perubahan yang bersifat negatife terhadap tatanan yang dimasukinya.
Berdasarkan
Undang-undang .No.23 Tahun1997,
disebutkan bahwa pencemaran lingkungan hidup sebagai suatu peristiwa masuknya
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain kedalam lingkungan atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam,
sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya.
Keberadaan
zat pencemar dalam perairan akan mempengaruhi makhluk hidup yang ada di
dalamnya. Masuknya zat pencemar ke dalam tubuh biota air dapat melalui saluran
pernapasan dan saluran pencernaan
(Saeni, 1989).
Melalui
proses rantai makanan, memungkinkan perpindahan zat pencemar dalam hal ini
logam berat, dari suatu makhluk hidup ke makhluk hidup lain yang
mengkonsumsinya. Keadaan ini bila dibiarkan terus menerus tentunya dapat
menimbulkan kasus pencemaran logam berat.
Ikan
sebagai salah satu biota air dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat
pencemaran yang terjadi di dalam perairan. Jika didalam tubuh ikan telah
terkandung kadar logam berat yang tinggi dan melebihi batas normal yang telah
ditentukan dapat sebagai indikator terjadinya suatu pencemaran dalam
lingkungan. Kandungan logam berat dalam ikan erat kaitannya dengan pembuangan
limbah industri di sekitar tempat hidup ikan tersebut, seperti sungai, danau,
dan laut. Banyaknya logam berat yang terserap dan terdistribusi pada ikan
bergantung pada bentuk senyawa dan konsentrasi polutan, aktivitas
mikroorganisme, tekstur sedimen, serta jenis dan unsur ikan yang hidup di
lingkungan tersebut.
METODE
DAN BAHAN
Desain
penelitian ini adalah deskriptif yaitu penggambaran dari data penelitian secara
kuantitatif untuk menganalisa kadar timbal pada ikan cakalang dan dilakukan
dengan teknik analisa laboratorik (Kountur, 2003). Penelitian ini dilakukan di Balai Pembinaan Pengujian Mutu Hasil
Perikanan (BPPMHP).Penelitian
ini dilakukan
pada pada tanggal 20 April – 27 Mei 2013.
Populasi dalam penelitian ini adalah Ikan cakalang yang ada di Tempat
Pelelangan Ikan Paotere Kota Makassar. Sampel berupa ikan cakalang yang diambil
pada Tempat Pelelangan Ikan Paotere, cara pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik Judment, yaitu cara pengambilan sampel dengan
kebijaksanaan sendiri pada tempat yang dianggap representatif (sesuai).
Kemudian disimpan dalam termos yang bersuhu 00C selanjutnya
dibawa ke Balai Pembinaan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP). Sampel
penelitian ini adalah daging ikan cakalang sebanyak 10 sampel yang diambil dari Tempat Pelelangan Ikan
Paotere Kota Makassar. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode
pemeriksaan Spektrofotometer Serapan Atom sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 01-2354.7-2006.
BAHAN
1. Tahap
pengeringan produk basah
a. Beri
label pada cawan petri, tutp separuh dari cawan petri dengan aluminium foil
untuk mengurangi kontaminasi dari debu selama pengeringan, selanjutnya masukan
dalam oven pada suhu 103oC + selama 2 jam.
b. Setelah
kering pindahkan cawan petri ke dalam deksikator selama 30 menit, kemudian
lakukan penimbangan dan catat (A).
c. Masukkan
contoh basah kedalam cawan petri dan ratakan menggunakan sendok plastik,
kemudian timbang berat contoh basah dan cawan petri (B).
d. Tutup
cawan petri dengan aluminium foil dan keringkan dalam oven selama selama selama
pada suhu 103oC + 1o C selam 2 jam
e. Setelah
contoh menjadi kering, dinginkan dalam desikator selama 30 menit. Lakukan
penimbangan dan hitung kadar air (C).
f. Contoh
yang telah ditetapkan kadar airnya, diblender sampai halus dan simpan contoh
didalam botol polypropylene.
2. Tahap
digesti dan pembacaan pada AAS
a. Siapkan
cawan porselin bertutup dan buka separuh permukaannya untuk meminimalkan
kontaminasi dari debu selama pengeringan. Keringkan didalam oven pada suhu 103oC
+ 1oC selama 2 jam
b. Setelah
kering dinginkan cawan dalam deksikator selama 30 menit, kemudian lakukan
penimbangan dan catat
c. Timbang
produk basah yang keringkan (butir 7.1.6) sebanyak 0,5 gram dan catat(Wd) atau
produk kering (butir 6.1) sebanyak 0,5 gram dan catat (W).
d. Untuk
kontrol positif (spiked), tambahkan
0,25 ml larutan standar timbal 1 mg/l ke dalam contoh sebelum dimasukan ke
tungku pengabuan.
e. Uapkan
spiked diatas Hot plate sampai kering
pada suhu 100oC
f. Masukan
contoh dan spiked ke dalam tungku
pengabuan dan tutup separuh permukaannya. Naikkan suhu tungku pengabuan secara
bertahap 100oC setiap 30 menit sampai mencapai 450oC dan
pertahankan selama 18 jam
g. Keluarkan
contoh dan spiked dari tungku
pengabuan dan dinginkan pada suhu kamar. Setelah dinginkan tambahkan 1 ml HNO3
65%, goyangkan secara berhati-hati sehingga semua abu terlarut dalam asam dan
selanjutnya uapkan diatas Hot plate
pada suhu 100oC.
h. sampai
kering.
i. Setelah
kering masukan kembali contoh dan spiked ke dalam tungku pengabuan. Naikkan
suhu secara bertahap 100oC setiap 30 menit sampai mencapai suhu 450oC
dan pertahanka selama 3 jam
j. Setelah
abu terbentuk sempurna berwarna putih, dinginkan contoh dan spiked pada suhu rungan. Tambahkan 5 ml
HCl 6 M kedalam masing-masing contoh dan spiked,
goyangkan secara berhati-hati sehingga semua abu larut dalam asam. Uapkan di
atas Hot Plate pada suhu 100oC
sampai kering.
k. Tambahkan
10 ml HNO3 0,1 M dan
dinginkan oada suhu ruangan selama 1 jam, pindahkan larutan kedalam labu takar
50 ml (polypropylene). Tepatkan
sampai tanda batas dengan menggunakan HNO3 0,1 M.
l. Siapka
larutan standar minimal 3 (tiga) titik kadar (5 ug/l, 10 ug/l dan 20 ug/l).
m. Baca
larutan standar, contoh dan spiked pada alatr spektrofotometer serapan atom
pada panjang gelombang 228,8 nm dengan graphite
furnace
n. Tentukan
kadar contoh berdasarkan kurva kalibrasi.
HASIL
PENELITIAN
Pengukuran
kandungan timbal dalam daging ikan cakalang dilakukan pada semua perlakuan dan
kontrol pada awal dan akhir penelitian yang dilakukan mulai tanggal 27 April –
20 Mei 2013 di Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan dengan menggunakan metode AAS
(Atomic Absorption Spectrophotometry). Hasil pengukuran timbal dalam daging
ikan cakalang dapat dilihat pada tabel 1.1
Tabel 1.1 Hasil Penelitian Analisis Kadar
Timbal Pada Ikan Cakalang.
Kode
|
abs cth
|
abs blk
|
vol.akhir
|
gr cth
|
Hasil
|
04091993 A
|
3,048
|
0,030
|
50
|
5,0025
|
0,0302
|
04091993 B
|
1,906
|
0,030
|
50
|
5,0221
|
0,0187
|
04091993 C
|
2,855
|
0,030
|
50
|
5,0104
|
0,0282
|
04091993 D
|
2,008
|
0,030
|
50
|
5,0087
|
0,0197
|
04091993 E
|
1,834
|
0,030
|
50
|
5,0301
|
0,0179
|
19930904 F
|
0,698
|
0,030
|
50
|
5,0101
|
0,0067
|
19930904 G
|
3,578
|
0,030
|
50
|
5,0899
|
0,0349
|
19930904 H
|
2,303
|
0,030
|
50
|
5,0211
|
0,0226
|
19930904 I
|
4,9
|
0,030
|
50
|
5,0085
|
0,0486
|
19930904 J
|
2,943
|
0,030
|
50
|
5,0263
|
0,0290
|
Berdasarkan tabel 1.1.
kandungan kadar timbal pada ikan cakalang yang telah diuji dengan menggunakan
Spektefotometer Serapan Atom metode AAS dengan panjang gelombang 283,3 nm dengan batas deteksi terendah (LOD) 0,0052 mg/kg, didapatkan kadar timbal
terendah pada kode sampel 19930904 F sekitar 0,0067 mg/kg dan tertinggi 0,0486
mg/kg pada kode sampel 19930904 I. . Pada awal perlakuan,
rerata kandungan timbal pada daging ikan cakalang 0,02568 mg/kg, hal ini
menunjukkan bahwa kandungan logam berat dalam ikan cakalang mengandung timbal
dengan kadar timbal bervariatif.
Pada
perlakuan dibuat blanko pada konsntrasi 0, calibrasi standar 1 dibuat dengan
konsentrasi 2,0 ppm, calibrasi standar 2
dengan konsentrasi 4,0 ppm, kalibrasi standar 3 konsentrasi 8 ppm, kalibrasi
standar 4 konsentrasi 10,0 ppm, calibrasi 5 konsentrasi 20,0 ppm dan kontrol
positif atau spike.
PEMBAHASAN
Timbal dalam keseharian
lebih dikenal timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamankan plumbum,
dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Timbal merupakan kandungan logam berat
yang memiliki sifat toksit yang tinggi. Logam ini berasal dari buangan industri
baja/metal dan juga berasal dari korosi yang terjadi. Logam ini termasuk dalam
kelompok logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia mempunyai nomor
atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2. Penyebaran Pb di bumi
sangat sedikit yaitu 0,0002% dari seluruh lapisan bumi. Keberadaan logam- logam
dalam badan perairan dapat berasal dari sumber alamiah dan sebagi dampak dari
aktifitas manusia. Sumber alamiah masuk ke dalam perairan biasa dari pengikisan
batuan mineral. Di samping itu partikel logam yang ada di udara, karena adanya
bantuan hujan dapat menjadi sumber logam dalam perairan.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sampel daging ikan cakalang yang diperjualbelikan
pada tempat pelelangan ikan paotere kota makassar mengandung timbal.
2. Kandungan kadar timbal pada daging ikan cakalang
bervariasi antara 0,0067 mg/kg sampai
0,0486 mg/kg. Pada 10 sampel penelitian dibagi menjadi 2 tempat
pengambilan sampel, masing masing tempat A sebanyak 5 sampel dan tempat B
sebanyak 5 sampel dengan rerata perolehan kandungan kadar timbal 0,02294 mg/kg
sedangkan pada tempat B kandungan kadar timbal rerata 0,02836 mg/kg. Disarankan
Kepada masyarakat untuk memperhatikan serta mempertimbangkan kualitas ikan tuna
khususnya cakalang sebelum mengkonsumsi. Ditujukan kepada pemerintah khususnya
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan untuk tetap melakukan
usaha pengawasan dalam rangka menjaga kelestarian biota laut serta pengawasan
pendistribusian komoditi ikan cakalang dipasaran yag tidak memenuhi Standar
Nasional Indonesia. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti kadar
timbal pada masyarakat di kota makassar.
DAFTAR
RUJUKAN
Anonim, 2010. Manusia dan Air, dalam Kependudukan dan Lingkungan Hidup Suatu Tinjauan.
Jakarta: Kantor Menteri Negara kependudukan dan Lingkungan Hidup.
Arlini,
E. 2001. Analisis Kandungan Logam Berat
Timbal (Pb) Pada Air Laut di Sekitar
Kawasan Reklamasi Pantai Losari Kotamadya Makassar [Sripsi]. Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Connell,
D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan
Ekotoksikologi Pencemaran. Diterjemahkan oleh Yanti Koestoer. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Darmono,
1995. Logam Dan Sistem Biologi Mahluk
Hidup. UI Press. Jakarta.
Dinas
Kelautan dan Perikanan Kota Makassar, Pangkalan
Pendaratan Ikan Potere. 2011. Laporan Tinjauan Hasil Kegiatan Operasional
Pangkalan Pendaratan Ikan Paotere Makassar. Makassar.
Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan. Laporan Tahunan 2009, 2010 dan 2011. Makassar.
Gafa, B., T. Sufendrata dan J.C.B. Uktolseja.
1987. Penandaan Ikan Cakalang dan Madidihang di Sekitar
Rumpon Teluk Tomini - Sulawesi Utara.
Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 43 Tahun 1987.
Balai
Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. P. : 67-74.
Graef, JW (1997) Foreword
in getting the lead out the complete
resource on how to prevent and cope with lead poisoning, by
Kessel and O’Connnor Plenum Trade, New York, www.questia.com/library/book/getting-the-lead-out-the-complete-resource-on
how-to-preventand- cope-with-lead-poisoning-by-irene-kessel-john-t-oconnor.jsp [ONLINE BOOK]
Hanis, 2004. Pendugaan parameter dinamika populasi ikan cakalang (Katsuwonus
pelamis) di perairan Selayar bagian Timur. Skripsi Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan UnHas, Makassar. 57 p
Hutagalung,
H.P. 1984. Logam Berat Dalam Lingkungan
Laut. Pewarta Oceana IX No. 1. Hal 12-19.

Kementrian Lingkungan Hidup, 2004. UU No 19
tahun 1999, Tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Perusakan Laut. Jakarta, ,
Misran,
E. 2002. Aplikasi Teknologi Berbasiskan
Membran dalam Bidang Bioteknologi Kelautan: Pengendalian Pencemaran
[online]. http://www.sumutprov.go.id/mcrm/teks/RestraPesisirSU.pdf [diakses [12 Januari
2013].
Mursyidin,
D H. 2006. Penaggulangan Pencemaran
Logam Berat [online]. http://www.ychi.org/indeks.php?option=comcontent&task=view&id=73&itemid=39 [diakses 12 januari
2013.
Kessel,
Irene and O’Connor, John T. (1997) Getting the Lead out: The Complete Resource on How to Prevent and Cope
with Lead Poisoning, Published by Plenum Trade, New York, www.questia.com/library/book/getting-the-lead-out-the-complete-resource-on-how-to-preventand- cope-with-lead-poisoning-by-irene-kessel-john-t
oconnor.jsp [ONLINE BOOK]
Kusumaatmadja.
1987. Hukum Laut. Binacipta.
Jakarta.
Matsumoto, W.M., Skilman, R.A. & Dizon, A.E. 1984.
Synopsis of biological data on skipjack
Tuna (Katsuwonus pelamis). NOAA Techical Report NMFS Circular No.
451 dan FAO Fihsries Synopsis No 136. Diterjemahkan oleh Fedi A. Sondita, 1999.
Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, IPB. Bogor.
Nikijuluw, Victor P.H. 2001. Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan.
PT. Pustaka Cisendo, Jakarta.
Nyibakken, J. W. 1992. Biota Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia, Jakarta.
Palar,
H. 2008. Pencemaran Dan Toksikologi
Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Romimoharto,
K. 1991. Pengantar Pemantauan Pencemaran
Laut. P3O-LIPI. Jakarta.
Saeni,
1989. Kimia Lingkungan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Sastrawiyaja,
T.A. 2009. Pencemaran Lingkungan. Rineka
Cipta. Jakarta.
Widodo,
J., I Gede S.M., dan Subhat N. 1988. Sumberdaya
Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi
Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut - LIPI. Jakarta.
WHO (World Health Organisation) (2007) Lead exposure in children www.who.int/phe/news/Lead_in_Toys_note_060807.pdf
WHO HECA (World Health Organization Healthy Environments for
Children Alliance) (undated, mentions 2002 so must be post-2002) (a) www.who.int/heca/infomaterials/lead.pdf
Komentar
Posting Komentar